Jumat, 01 Desember 2023

NGAJI KITAB HASYIYAH AL BAJURI Seri Ke-2 : Ternyata membaca lafadz "Bismillahirrahmaanirrahiim" tidak selalu mendapatkan pahala, adakalanya malah berdosa. Kapan itu?

 


(Maqra' teks ada di foto)  

Lanjutan dari sebelumnya.......


      Akan tetapi orang yang membuat dibajah (kalimat pembuka), yaitu murid²nya Imam Ibnu Qasim Al Ghazzi mencukupkan diri dengan basmalahnya pensyarah (gurunya. Cukup "numpang" basmalahnya Fathul Qarib di awal kitab). Oleh karenanya, mereka mendahulukan basmalah pensyarah baru kemudian dibajahnya agar barokahnya basmalah kembali pada dibajah (maksudnya barokahnya basmalah mencakup/meluber juga pada dibajah).

    Ketahuilah, sesungguhnya membaca basmalah itu disunnahkan atas setiap perkara yang dinilai penting, maksudnya yaitu hal² yang sekira dianggap penting menurut syari'at karena riwayat hadist yang telah lalu (silahkan dicek di Seri Ke-1). Basmalah itu diharamkan atas setiap perkara yang haram secara dzatiyyahnya (secara dzatnya haram), seperti minum khamr. Basmalah itu dimakruhkan atas perkara yang makruh secara dzatiyyahnya (secara dzatnya makruh), seperti melihat farji' isterinya. Berbeda halnya jika perkara tersebut adalah perkara yang haram karena adanya sesuatu yang datang (bukan haram secara dzatnya, bukan dari aslinya haram), seperti wudhu dengan air ghasab / air curian (secara dzatnya, wudhu bukan perkara haram, tetapi karena wudhunya pakai air curian maka hukum wudhunya haram meskipun sah wudhunya. Jika saat hendak wudhu membaca basmalah, maka hukum membaca basmalah adalah sunnah). Berbeda pula jika perkara tersebut adalah perkara yang makruh karena adanya sesuatu yang datang (bukan makruh secara dzatnya, bukan dari aslinya makruh), seperti makan bawang, maka untuk 2 (dua) perkara ini tetap disunnahkan membaca basmalah. Membaca basmalah wajib di dalam shalat karena basmalah termasuk ayat dalam surat al fatihah menurut Madzhab kita (Syafi'iyyah). Maka ada 4 (empat) hukum mengenai basmalah (haram, wajib, sunnah, makruh) dan tersisalah hukum mubah (tidak ada hukum mubah). Ada pendapat yang mengatakan bahwa membaca basmalah hukumnya mubah untuk hal² mubah yang tidak ada unsur kemuliaan di dalamnya, seperti memindahkan barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Maka menurut pendapat ini berlaku 5 (lima) hukum di dalam membaca basmalah (haram, wajib, sunnah, makruh dan mubah).


[Ucapan Murid Pensyarah (Murid Ibnu Qasim Al Ghazzi):] "Telah berkata:....dst....". Dibajah ini adalah dibajah yang diletakkan oleh sebagian murid²nya karena memuji gurunya. Di sebagian naskah, redaksi ini dibuang (gugur).

      Asal lafadz Qoola adalah Qo Wa La mengikuti wazan Fa 'a la dengan difathah 'ain fi'ilnya, dengan makna bahwa ucapan yang benar adalah seperti ini. Jika tidak diucapkan demikian, maka tidak benar karena orang arab tidak ada yang mengucapkan dengan lafadz tersebut (tidak ada orang arab mengucapkan Qo Wa La saat berbicara, yang ada adalah Qoola). Huruf Qof adalah Fa' kalimah (Fa' fiil), Huruf Wawu adalah 'Ain kalimah ('Ain fiil), dan Huruf Lam adalah Lam kalimah (Lam fiil), kemudian dikatakan kaidah: Wawunya berharakat dan harakat huruf sebelumnya fathah, maka wawunya diganti alif sehingga menjadi Qoola. Asal lafadz Qoola bukanlah Qo Wi La (wazan Fa 'i la dengan dikasrah 'ain fi'ilnya) karena jika demikian maka fi'il mudhori'nya adalah Ya Qoo Lu (bukan Ya Quu Lu) seperti lafadz (Khoofa - Ya Khoo Fu). Asal lafadz Qoola bukanlah Qo Wu La (wazan Fa 'u la dengan didhommah 'ain fi'ilnya) karena jika demikian maka fi'il tersebut adalah fi'il lazim (bukan fi'il muta'addi. padahal kenyataannya, lafadz Qo Wa La / Qoola adalah fi'il muta'addi). Asal lafadz Qoola bukanlah Qoula (wazan Fa'la dengan disukun 'ain fi'ilnya) karena jika demikian maka tidaklah menyebabkan berubahnya wawu menjadi alif karena wawu tersebut berharakat sukun (sehingga tidak sesuai kaidah di atas), selain juga wazan tersebut tidak termasuk wazan² fi'il.


Bersambung ke Seri-3......


Catatan Penting untuk membantu pemahaman: 

Memakan bawang dihukumi "makruh karena adanya sesuatu yang datang" adalah pendapat yang fasid (rusak). Pendapat yang benar adalah memakan bawang hukumnya makruh secara dzatiyyahnya (secara asalnya makruh);

Untuk paragraf terakhir adalah materi tentang Shorof dan I'lal. Silahkan dicek di Kitab² Shorof dan I'lal.