Selasa, 20 Agustus 2024

Bagaimana hukumnya meminum kopi yang kejatuhan bangkai semut, lalat atau hewan yang semisalnya (hewan yang tidak memiliki darah mengalir)?

 



Jawaban:
Boleh dengan syarat tidak memasukkan bangkai tersebut secara sengaja ke dalam kopi, hukumnya dima'fu, bahkan ketika bangkai tersebut jatuh lagi ketika disingkirkan.

Kitab Hasyiyah Al Jamal
وَلَوْ وَقَعَ ذُبَابٌ فِي مَائِعٍ وَلَمْ يُغَيِّرْهُ فَصُبَّ عَلَى مَائِعٍ آخَرَ لَمْ يُؤَثِّرْ فِيهِ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ لِطَهَارَتِهِ الْمُسَبِّبَةِ عَنْ مَشَقَّةِ الِاحْتِرَازِ اهـ أَقُولُ: ظَاهِرُهُ وَإِنْ كَانَ الصَّبُّ قَبْلَ نَزْعِ الذُّبَابِ مِنْ الْمَصْبُوبِ وَلَيْسَ بِبَعِيدٍ. وإِنْ قُلْنَا: إنَّهُ يَضُرُّ إلْقَاءُ الذُّبَابِ مَيِّتًا لِأَنَّ الْإِلْقَاءَ تَابِعٌ لِإِلْقَاءِ الْمَائِعِ لَا مَقْصُودٌ
Apabila ada seekor lalat jatuh ke dalam zat cair dan tidak mengubah (sifat cairan tersebut), kemudian zat cair tadi dituangkan ke dalam cairan lainnya maka tidak berpengaruh sebagaimana telah jelas karena dihukumi suci sebab sulit menghindarinya. Aku katakan: dhohirnya adalah meskipun penuangan tersebut dilakukan sebelum menyingkirkan lalat dari tempatnya. Ini tidak jauh dari kebenaran meskipun kita katakan bahwasanya lalat yang mati (bangkai) bila dijatuhkan bersamaan dengan zat cair tadi bisa menjadikan cairan lainnya najis (tetapi tidak demikian) karena jatuhnya lalat tadi (hakikatnya) hanya mengikuti jatuhnya zat cair (efek ikutan saja), bukan maksud si penuang menjatuhkan bangkai lalat dengan sengaja.

Kitab Hasyiyah Bijirimi Ala Al Khotib
نَعَمْ يُعْفَى عَنْ تَصْفِيَةِ مَا هِيَ فِيهِ بِنَحْوِ خِرْقَةٍ وَعَنْ وُقُوعِهَا عِنْدَ نَزْعِهَا بِأُصْبُعٍ أَوْ عُودٍ وَإِنْ تَكَرَّرَ. اهـ.
Memang benar, dimaafkan (dima'fu) menyaring isinya dengan semisal kain lap dan dimaafkan (dima'fu pula) jatuhnya bangkai hewan tadi ketika menyingkirkannya dengan jari atau tongkat meskipun berulang kali jatuh.

Kitab Bughyatul Mustarsyidin
المعفوَّات في نحو الماء
فائدة : يعفى عما لا يسيل دمه بوقوعه ميتاً ، في نحو المائع بنفسه أو بنحو ريح ، وكذا بطرح بهيمة أو مميز ، وكان مما نشؤه من الماء خلافاً لـ (مر) فيهما ، بل أو من غير مميز مطلقاً ، أو مميز بلا قصد ، كأن قصد طرحه على غيره فوقع فيه ، قاله الخطيب ، بل رجح في الإيعاب و ق ل عدم الضرر مطلقاً ، وهو ظاهر عبارة الإرشاد وغيره ، كما لا أثر لطرح الحي مطلقاً ، قال ابن حجر في حاشية تحفته : وإذا تأملت جميع ما تقرر ، ظهر لك أن ما من صورة من صور ما لا دم له سائل طرح أم لا منشؤه من الماء أم لا ، إلا وفيه خلاف في التنجيس وعدمه ،إما قوي أو ضعيف ، وفيه رخصة عظيمة في العفو عن سائر هذه الصور ، إما على المعتمد أو مقابله ، فمن وقع له شيء جاز تقليده بشرطه ، وهذا بناء على نجاسة ميتته ، أما على رأي من يقول إنها طاهرة فلا إشكال في جواز تقليد ذلك ، اهـ كردي.
وأفتى أبو مخرمة بأنه لا يضر نقل ما فيه الميتة المعفوّ عنها من إناء لآخر ، كما لا يضر إدارته في جوانب الإناء ومسها لجوانبه.
Najis² yang dimaafkan di semisal air
Faidah: dimaafkan najis berupa bangkainya "hewan yang tidak memiliki darah mengalir" yang jatuh di semisal cairan dengan sendirinya, atau jatuh karena semisal angin. Demikian juga ketika dijatuhkan oleh seekor binatang atau oleh anak yang sudah tamyiz, dan "hewan yang tidak memiliki darah mengalir" tersebut adalah hewan yang berasal dari air. Berbeda halnya menurut Imam Romli, bahkan menurut beliau (juga dimaafkan) secara mutlak ketika dijatuhkan oleh anak yang belum tamyiz ataupun dijatuhkan oleh anak yang sudah tamyiz dengan tanpa sengaja menjatuhkannya ke dalam cairan tadi seperti ia bermaksud melemparnya ke orang lain tapi malah jatuh ke dalam cairan tersebut. Hal yang demikian dikatakan oleh Al Khotib. Bahkan dikuatkan dalam Kitab Al I'ab akan kebolehannya secara mutlak (baik anak tamyiz tadi sengaja ataupun tidak). Ini adalah dhohirnya ibarot Kitab Al Irsyad dan lainnya sebagaimana tidak ada pengaruh apapun ketika dijatuhkan oleh orang yang hidup secara mutlak. Ibnu Hajar berkata dalam Kitab Tuhfahnya: Jika kamu perhatikan semua yang telah dikemukakan, maka akan jelas bagimu bahwa tidak ada satupun gambaran dari berbagai model "hewan yang tidak memiliki darah mengalir" baik yang dijatuhkan ataupun tidak, baik yang hidupnya berasal dari air ataupun tidak kecuali yang ada hanyalah khilaf (perbedaan) pendapat mengenai  apakah bisa menajiskan ataukah tidak bisa menajiskan, baik pendapat yang kuat maupun yang lemah, serta adanya rukhsoh (keringanan) yang besar mengenai kema'fuan (dimaafkannya) semua model ini, baik atas pendapat yang mu'tamad ataupun muqobilnya (lawannya). Maka barangsiapa yang mengalami kejadian ini, boleh bertaqlid pada pendapat muqobil dengan syarat²nya. Ini dibangun berdasarkan pendapat yang menyatakan najisnya bangkai "hewan yang tidak memiliki darah mengalir". Adapun pendapat ulama' yang mengatakan bahwa bangkai "hewan yang tidak memiliki darah mengalir" adalah suci, maka tidak ada keraguan akan kebolehan bertaqlid pada pendapat ini. Demikia perkataan Al Kurdy. Abu Mahramah berfatwa bahwasanya tidak berbahaya memindahkan sesuatu (cairan atau lainnya) yang di dalamnya terdapat bangkai yang dima'fu dari satu wadah ke wadah yang lain sebagaimana tidak berbahaya memutarkan cairan tersebut di pinggir² wadah dan najis ma'fu tersebut menyentuh sisi² wadah.


 Wallahua'lam bisshowaab....

0 komentar:

Posting Komentar