[Jawab:]
Sama seperti mentajhiz (mengurus) jenazah pada umumnya, yaitu dimandikan, dikafani dan dimakamkan. Adapun terkait "dishalatinya" maka ada perbedaan pendapat dihubungkan dengan "dimandikan" yaitu bila area di bawah qulfah (di bawah ujung kulit dzakar) sulit dibasuh kecuali dengan melukainya (mengkhitannya), maka:
- Menurut Imam Ibnu Hajar Al Haitami baik area di bawah qulfah ada najis ataupun tidak ada najis (alias suci) maka jenazah wajib ditayammumi sebagai penambal tidak terbasuhnya area di bawah qulfah, kemudian dishalati karena dhoruroh;
- Menurut Imam Romli bila area di bawah qulfah suci maka jenazah wajib ditayammumi sebagai penambal tidak terbasuhnya area di bawah qulfah, kemudian dishalati. Namun bila area di bawah qulfah ada najis maka jenazah tidak perlu ditayammumi dan tidak perlu dishalati karena syarat tayammum adalah suci dari najis.
Catatan:
Sebaiknya mengikuti pendapat Imam Ibnu Hajar Al Haitami karena memakamkan tanpa menshalati jenazah itu tidak memuliakannya.
perlu diketahui juga bahwa mengkhitan qulfah mayyit hukumnya adalah haram sehingga tidak boleh mengkhitannya.
Kitab Fathul Mu'in ma'a Hasyiyah I'anatuttholibin
(قوله: بأنها إلخ)
الباء سببية متعلقة بتعذر، أي لو تعذر غسل ما تحت القلفة بسبب أنها لا تتقلص، أي لا تنكشف ولا تنفسخ إلا بجرح، يمم عما تحتها. أي وصلى عليه، وإن كان ما تحتها نجسا، للضرورة. وهذا ما قاله ابن حجر. وقال الرملي: إن كان ما تحتها طاهرا ييمم عنه، وإن كان نجسا فلا ييمم، ويدفن بلا صلاة عليه، لان شرط التيمم إزالة النجاسة، وينبغي تقليد الأول، لان في دفنه بلا صلاة عدم احترام الميت.
وعلى كل من القولين يحرم قطع قلفة الميت، وإن عصي بتأخيره.
[ucapan pengarang: sebab sesungguhnya qulfah (kulit ujung dzakar) ...dst...]
huruf ba' disini adalah ba' sababiyyah yang berta'alluq pada lafadz ta'addzaro, maksudnya yakni apabila sulit membasuh area di bawah qulfah (di bawah kulit ujung dzakar) disebabkan qulfah tersebut tidak mengerut maksudnya adalah bahwa qulfah tersebut tidak tersingkap dan tidak terbelah (robek) kecuali dengan melukainya maka mayyit tersebut ditayammumi atas area di bawah qulfah (maksudnya adalah tayammum tersebut sebagai penambal atas ketidaksempurnaan mandi disebabkan area di bawah qulfah yang tidak terbasuh), kemudian mayyit tersebut dishalati meskipun area di bawah qulfah (di bawah kulit ujung dzakar) tersebut najis karena termasuk dhoruroh (darurat). Ini adalah pendapat Imam Ibnu Hajar Al Haitami. Imam Ar Romli berkata: Apabila area di bawah qulfah (di bawah kulit ujung dzakar) itu suci maka mayyit tersebut ditayammumi atas area di bawah qulfah (maksudnya adalah tayammum tersebut sebagai penambal atas ketidaksempurnaan mandi disebabkan area di bawah qulfah yang tidak terbasuh), dan apabila area di bawah qulfah (di bawah kulit ujung dzakar) itu najis maka mayyit tersebut tidak ditayammumi, kemudian dimakamkan tanpa dishalati karena syarat (sahnya) tayammum adalah menghilangkan najis (tidak ada najis di tubuh). Sebaiknya taqlid (mengikuti) pendapat pertama (Imam Ibnu Hajar Al Haitami) karena memakamkan tanpa menshalati itu tidak memuliakan mayyit. Berdasarkan 2 (dua) pendapat ini, haram hukumnya mengkhitan (memotong) qulfah (kulit ujung dzakar) mayyit meski mayyit berdosa menunda khitan.
Wallahua'lam bisshowaab...