Jawab:
Boleh apabila ia yakin giliran antreannya bakal jatuh setelah keluarnya waktu shalat.
*Catatan:
Shalatnya tidak wajib diulang jika memang wilayah tersebut pada umumnya tidak ada air. Tapi jika pada umumnya di wilayah tersebut sebenarnya ada air kemudian tiba-tiba suatu ketika tidak ada air dan hanya ada sumber air yang harus antre maka shalatnya wajib diulang.
Kitab Kasyifatussaja Syarh Safinatunnaja
الحالة الرابعة أن يكون الماء حاضرا لكن تقع عليه زحمة المسافرين بأن يكون في بئر ولا يمكن الوصول إليه إلا بآلة وليس هناك إلا آلة واحدة أو لأن موقف الاستقاء لا يسع إلا واحدا وفي ذلك خلاف، والراجح أنه يتيمم للعجز الحسي ولا إعادة عليه على المذهب
Kondisi keempat: Air ada di sekitarnya tetapi sekelompok musafir berkerumun (mengantre) gambarannya adalah sekiranya ada air di sebuah sumur dan tidak mungkin bisa mendapatkan air tersebut kecuali dengan sebuah alat dan disitu hanya ada 1 (satu) alat atau tempat untuk memperoleh air hanya cukup untuk 1 (satu) orang (sehingga harus antre). Dalam kasus ini ada khilaf. Pendapat yang rajih (kuat) adalah ia bertayammum karena termasuk kategori ajz (tidak mampu) secara hissi (kasat mata/nyata) dan tidak perlu mengulang shalatnya (i'adah).
Kitab Al Majmu' Syarh Al Muhaddzab
إذَا ازْدَحَمَ جَمْعٌ عَلَى بِئْرٍ لَا يُمْكِنُ الِاسْتِقَاءُ مِنْهَا إلَّا بِالْمُنَاوَبَةِ لِضِيقِ الْمَوْقِفِ أَوْ لِاتِّحَادِ آلَةِ الِاسْتِقَاءِ وَنَحْوِ ذَلِكَ فَإِنْ كَانَ يَتَوَقَّعُ وُصُولَ النَّوْبَةِ إلَيْهِ قَبْلَ خُرُوجِ الْوَقْتِ لَمْ يَجُزْ التَّيَمُّمُ وَإِنْ عَلِمَ أَنَّهَا لَا تَصِلُ إلَيْهِ إلَّا بَعْدَ خُرُوجِ الْوَقْتِ فَقَدْ حَكَى جُمْهُورُ الْخُرَاسَانِيِّينَ عَنْ الشَّافِعِيِّ ﵀ أَنَّهُ نَصَّ عَلَى أَنَّهُ يَصْبِرُ لِيَتَوَضَّأَ بَعْدَ الْوَقْتِ
Ketika sekelompok manusia mengerumuni sebuah sumur yang tidak mungkin mengambil air dalam sumur tersebut kecuali dengan bergantian karena sempitnya tempat atau karena alatnya hanya satu dan alasan yang semisalnya maka apabila giliran seseorang itu jatuh sebelum keluarnya waktu shalat maka ia tidak boleh tayammum. Jika ia meyakini bahwasanya tidak mungkin gilirannya jatuh kecuali setelah keluarnya waktu shalat maka Jumhur Ulama' Khurasan telah menceritakan dari Imam Syafi'i bahwasanya beliau menegaskan (terkait masalah ini) adalah orang tersebut harus bersabar untuk berwudhu setelah keluarnya waktu shalat.
Kitab Al Majmu' Syarh Al Muhaddzab
فَالضَّابِطُ الْأَصْلِيُّ مَا قَالَهُ الرَّافِعِيُّ وَأَشَارَ إلَيْهِ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَصَاحِبُ الشَّامِلِ وَآخَرُونَ أَنَّ الْإِعَادَةَ تَجِبُ إذَا تَيَمَّمَ فِي مَوْضِعٍ يَنْدُرُ فِيهِ عَدَمُ الْمَاءِ وَلَا يَجِبُ إذَا كَانَ الْعَدَمُ يَغْلِبُ فِيهِ
Batasan aslinya adalah apa yang dikatakan oleh Imam Rofi'i dan diisyaratkan oleh Imam Haramain, Shohibu As Syamil dan yang lainnnya bahwasanya i'adah (mengulangi shalat) itu diwajibkan apabila seseorang tersebut tayammum di tempat yang jarang tidak ada air dan tidak wajib i'adah (mengulangi shalat) apabila pada umumnya memang tidak ada air.
Wallahua'lam bisshowaab...