Sabtu, 26 April 2025

Kapan batas waktu harus bersegera menuju ke masjid untuk melaksanakan shalat jumat bagi orang yang sibuk di luar masjid (misal bekerja, berdagang dan aktivitas lainnya yang tidak ada unsur dhoruroh)?


 Jawab:

Saat adzan kedua berkumandang (saat adzan untuk khutbah dikumandangkan) wajib bersegera berangkat. Jika menunda, maka hukumnya haram.


Kitab Hasyiyah Al Jamal 'ala Syarh Al Manhaj

(وَحَرُمَ عَلَى مَنْ تَلْزَمُهُ) 

الجُمُعَةُ (اشْتِغَالٌ بِنَحْوِ بَيْعٍ) مِنْ عُقُودٍ وَصَنَائِعَ وَغَيْرِهَا مِمَّا فِيهِ تَشَاغُلٌ عَنْ السَّعْيِ إلَى الْجُمُعَةِ (بَعْدَ شُرُوعٍ فِي أَذَانِ خُطْبَةٍ)

Haram bagi orang yang wajib melaksanakan shalat Jumat menyibukkan diri dengan semacam jual beli, seperti akad-akad, pekerjaan, dan selainnya berupa hal² yang menyibukkan dari bersegera menuju shalat Jumat, (setelah dimulainya adzan untuk khutbah)

...................................................................................................

(قَوْلُهُ: مِمَّا فِيهِ تَشَاغُلٌ عَنْ السَّعْيِ إلَى الْجُمُعَةِ)

 وَهَذَا يُفِيدُ أَنَّ الشَّخْصَ إذَا قَرُبَ مَنْزِلُهُ جِدًّا مِنْ الْجَامِعِ وَيَعْلَمُ الْإِدْرَاكَ وَلَوْ تَوَجَّهَ فِي أَثْنَاءِ الْخُطْبَةِ يَحْرُمُ عَلَيْهِ أَنْ يَمْكُثَ فِي بَيْتِهِ يَشْتَغِلُ مَعَ عِيَالِهِ أَوْ غَيْرِهِمْ بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ الْمُبَادَرَةُ إلَى الْجَامِعِ عَمَلًا بِ قَوْله تَعَالَى ﴿إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ﴾ [الجمعة: ٩]، الْآيَةَ، وَهُوَ أَمْرٌ مُهِمٌّ فَتَفَطَّنْ لَهُ كَذَا رَأَيْتُهُ بِخَطِّ شَيْخِنَا الْبُرُلُّسِيِّ ثُمَّ رَأَيْتُ فِي شَرْحِ الْإِرْشَادِ لِشَيْخِنَا حَجّ وَلَوْ كَانَ مَنْزِلُهُ بِبَابِ الْمَسْجِدِ أَوْ قَرِيبًا مِنْهُ فَهَلْ يَحْرُمُ عَلَيْهِ ذَلِكَ أَوْ لَا كَلَامُهُمْ إلَى الْأَوَّلِ أَمْيَلُ وَهَلْ الِاشْتِغَالُ بِالْعِبَادَةِ كَالْكِتَابَةِ كَالِاشْتِغَالِ بِنَحْوِ الْبَيْعِ قَضِيَّةُ كَلَامِهِمْ نَعَمْ اهـ.

(Ucapan muahonnif: "dari hal-hal yang menyibukkan diri untuk bersegera menuju salat Jumat"). Ini menunjukkan bahwa apabila seseorang rumahnya sangat dekat dengan masjid jami’, dan dia tahu (meyakini) bahwa dia masih bisa mendapatkan shalat jumat meskipun berangkatnya saat khutbah, maka haram baginya untuk tetap tinggal di rumah sambil sibuk dengan keluarganya atau selain keluarganya. Sebaliknya, wajib baginya untuk segera menuju masjid jami’, berdasarkan firman Allah Ta'ala: “Apabila diseru untuk salat…” (QS. Al-Jumu‘ah: 9). Ini adalah perkara penting, maka perhatikanlah baik-baik. Demikian yang aku lihat pada tulisan guru kami al-Burlusi. Kemudian aku juga melihat dalam Syarh al-Irsyad karya guru kami Ibnu Hajar Al Haitami: Apabila rumah seseorang berada di pintu masjid atau sangat dekat darinya, apakah haram baginya (untuk tidak segera pergi ke masjid) atau tidak? Pembahasan para ulama condong kepada pendapat pertama (yaitu haram). Dan apakah kesibukan berupa ibadah seperti menulis kitab sama hukumnya dengan kesibukan seperti berdagang? kesimpulan dari pernyataan mereka adalah, iya.

(قَوْلُهُ: بَعْدَ شُرُوعٍ فِي أَذَانِ خُطْبَةٍ) 

فَإِنْ قُلْت لِمَ تَقَيَّدَتْ الْحُرْمَةُ هُنَا دُونَ التَّنَفلِ فَإِنَّهُ بِمُجَرَّدِ الْجُلُوسِ، قُلْت يُمْكِنُ أَنْ يُفَرَّقَ بِأَنَّ الْمُتَنَفِّلَ حَاضِرٌ ثَمَّ فَالْإِعْرَاضُ مِنْهُ أَفْحَشُ بِخِلَافِ الْعَاقِدِ هَا هُنَا فَإِنَّهُ غَائِبٌ فَلَا يَتَحَقَّقُ الْإِعْرَاضُ مِنْهُ إلَّا بَعْدَ الشُّرُوعِ فِي الْمُقَدِّمَاتِ الْقَرِيبَةِ وَأَوَّلُهَا الْأَذَانُ اهـ. شَوْبَرِيٌّ

(Ucapan mushonnif: "setelah dimulainya adzan khutbah"). Jika kamu bertanya, “Mengapa keharaman yang dibatasi pada saat dimulainya adzan khutbah tidak berlaku bagi orang yang melaksanakan shalat sunnah dimana hukumnya haram melakukan shalat sunnah saat khotib cukup sekedar duduk di mimbar meskipun adzan belum dimulai?” Aku menjawab: Bisa dibedakan antara keduanya. Orang yang shalat sunnah itu berstatus "orang yang hadir", maka berpaling itu lebih buruk. Berbeda dengan orang yang berjualan, karena dia "berstatus ghoib (belum hadir sejak awal)", maka sikap berpaling  tidak dianggap terjadi kecuali setelah dimulainya hal-hal yang mendekati shalat jumat, dan hal pertama yang paling mendekati adalah adzan. (As Syaubari).


Wallahua'la bisshowaab....

Rabu, 23 April 2025

Apakah minyak rambut menjadi penghalang sampainya air ke anggota wudhu atau anggota mandi besar? dan apakah minyak rambut bisa merusak sifat air saat air mengenai anggota sehingga menyebabkan wudhu dan mandi besar tidak sah?


 

Jawab:

Ada khilaf (perbedaan pendapat) menurut para ulama':

- Sebagian menyatakan tidak mecegah sampainya air ke dalam bagian batin dan dimaafkan dari sisi mengubah sifat air;

- Sebagian yang lain menyatakan bisa mecegah sampainya air ke dalam bagian batin dan bisa mengubah sifat air sehingga wajib dihilangkan terlebih dahulu. Ini pendapat yang LEBIH KUAT.

NB: Bisa memilih dan mengamalkan salah satu pendapat.


Kitab Hawasy Syarwani Wa Tuhfatul Muhtaj ilaa Syarh Al Minhaj

(قَوْلُهُ: تَغَيُّرًا ضَارًّا) 

قَالَ فِي الْإمْدَادِ وَمِنْهُ الطِّيبُ الَّذِي يُحَسَّنُ بِهِ الشَّعْرُ عَلَى أَنَّهُ قَدْ يَنْشَفُ فَيَمْنَعُ وُصُولَ الْمَاءِ لِلْبَاطِنِ فَيَجِبُ إزَالَتُهُ اهـ وَهَذَا هُوَ الرَّاجِحُ مِنْ الْخِلَافِ فِي ذَلِكَ كُرْدِيٌّ.

[Ucapan mushonnif: perubahan yang bisa merusak sifat air], dalam kitab al imdad: di antara yang bisa merusak sifat air adalah wewangian yang dipakai untuk memperindah rambut, kemudian terkadang mengering sehingga bisa mencegah sampainya air ke bagian dalam (batin), maka wajib dihilangkan. Ini adalah pendapat yang lebih kuat dalam khilaf (perbedaan pendapat) tentang hal itu menurut Imam Kurdi.


Kitab Fathul Muin Wa Hasyiyah I'anatuttholibin

(أن لا يكون عليه) 

أي على العضو (مغير للماء تغيرا ضارا) كزعفران وصندل، خلافا لجمع.

Tidak ada sesuatu (zat) pada anggota wudhu' yang bisa mengubah air dengan perubahan yang bisa merusak sifat air, seperti za'faran, wewangian cendana. Berbeda menurut sekelompok ulama'.

(قوله: خلافا لجمع) أي قالوا: يغتفر ما على العضو.

Ucapan mushonnif: berbeda menurut sekelompok ulama', maksudnya mereka (sekelompok ulama') berkata: dimaafkan segala hal yang ada pada anggota wudhu'.


Wallahua'lam bisshowaab...


Senin, 21 April 2025

Pak Budi mewakilkan perwalian nikah putrinya kepada Pak Umar, seorang tokoh di kampungnya. Akan tetapi, saat akad nikah berlangsung, Pak Budi tetap ikut hadir di majelis akad dan ikut menyaksikan. Bagaimana keabsahan pernikahan tersebut?

 


Jawab:

Sah, apabila kehadiran Pak Budi hanya hadir biasa, alias bukan sebagai saksi (dia tidak "menjabat" sebagai salah satu dari 2 (dua) saksi dalam rukun nikah). Namun, jika kehadiran beliau adalah sebagai salah satu saksi dalam rukun nikah maka pernikahannya tidak sah karena hakikatnya beliau adalah wali sehingga tidak boleh "rangkap jabatan" menjadi saksi.


Kitab Hasyiyah Al Bajuri 'ala Fathul Qorib

فلو وكل الأب أو الأخ المنفرد فى العقد وحضر مع أخر ليكونا شاهدين لم يصح لأنه متعين للعقد فلا يكون شاهدا لان وكيله نائب عنه فكأنه هو العاقد فكيف يكون شاهدا

Apabila ayah atau saudara laki² tunggal mewakilkan (pada orang lain untuk menjadi wali) dalam akad nikah dan dia (ayah atau saudara tersebut) turut hadir bersama orang lain untuk menjadi 2 (dua) saksi, maka tidak sah akad nikahnya karena dia sudah ditetapkan untuk akad (ditentukan sebagai wali) maka tidak bisa menjadi saksi karena seorang wakil bertindak atas namanya (sebagai pengganti saja) sehingga seakan-akan si ayah atau saudara laki² sendirilah yang berakad, maka bagaimana bisa dia menjadi saksi?


Kitab Hasyiyah Al Jamal 'ala Syarh Al Manhaj

فلَوْ وُكِّلَ الْأَبُ أَوْ الْأَخُ الْمُنْفَرِدُ فِي النِّكَاحِ وَحَضَرَ مَعَ آخَرَ لَمْ يَصِحَّ وإن اجتمع فيه شروط الشهادة لِأَنَّهُ وَلِيٌّ عَاقِدٌ فَلَا يَكُونُ شَاهِدًا كَالزَّوْجِ وَوَكِيلُهُ نَائِبُهُ وَلَا يُعْتَبَرُ إحْضَارُ الشَّاهِدَيْنِ بَلْ يَكْفِي حُضُورُهُمَا كَمَا شَمِلَهُ إطْلَاقُ الْمَتْنِ وَدَلِيلُ اعْتِبَارِهِمَا مَعَ الْوَلِيِّ خَبَرُ ابْنِ حِبَّانَ لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ وَمَا كَانَ مِنْ نِكَاحٍ عَلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَهُوَ بَاطِلٌ وَالْمَعْنَى فِي اشْتِرَاطِهِمَا الِاحْتِيَاطُ لِلْإِبْضَاعِ وَصِيَانَةُ الْأَنْكِحَةِ عَنْ الْجُحُودِ.

Apabila ayah atau saudara laki² tunggal mewakilkan (pada orang lain untuk menjadi wali) dalam pernikahan dan dia (ayah atau saudara tersebut) turut hadir (menjabat saksi) bersama orang lain, maka tidak sah pernikahannya meskipun terkumpul syarat² saksi di dalamnya karena (hakikatnya) dia adalah wali yang berakad maka tidak bisa dia menjadi saksi sebagaimana suami. Adapun wakil adalah penggantinya saja (pengganti wali asli). Tidak disyaratkan mendatangkan 2 (dua) saksi (secara sengaja), tetapi cukup hadirnya 2 (dua) saksi sebagaimana yang tercakup dalam kemutlakan matan. Dalil diperhitungkannya 2 (dua) saksi beserta wali adalah khobar Ibnu Hibban: "Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan 2 (dua) saksi adil". Pernikahan tanpa hal tersebut adalah batil. Adapun maksud disyaratkannya 2 (dua) hal tersebut adalah bentuk kehati-hatian terhadap keturunan (nasab) dan menjaga pernikahan dari pengingkaran.


Wallahua'lam bisshowaab...