Jumat, 19 Januari 2024

NGAJI KITAB HASYIYAH AL BAJURI Seri Ke-6 : Ke'aliman Syekh Ibrahim Al Bajuri, satu lafadz diuraikan dengan banyak makna

 




(Maqra' teks ada di foto)


[Ucapan Murid Pensyarah (Murid Ibnu Qasim Al Ghazzi):] 

"As Syaafi'iyyu" adalah nisbat kepada Imam As Syafi'i (semoga Allah ta'ala meridhoi beliau) karena beliau beribadah dengan madzhabnya Imam Syafi'i. Nisbat kepada Imam As Syafi'i adalah "Syaafi'iyyun" bukan "Syaf'awiyyun" meskipun sebagian ulama' mengatakan dengan lafadz "Syaf'awiyyun"  karena kaidahnya adalah lafadz yang dinisbatkan (isim mansub) kepada sesuatu yang sudah dinisbat (isim mansub yang lain) itu didatangkan sesuai dengan gambarnya mansub ilaih. Akan tetapi, hal itu dilakukan setelah membuang  huruf ya' nya manshub ilaih dan menetapkan penggantinya (maksudnya mendatangkan ya' yang baru) pada lafadz yang dinisbatkan tersebut. Karena hal ini, Imam Ibnu Malik dalam Kitab Al Khulashoh (Kitab Alfiyah Ibnu Malik) berkata:


"Wa mitslahu mimmaa hawaahuhdzif wa taa...."

Huruf yang semisal dengan ya', yang terkandung dalam lafadz yang bersangkutan (lafadz yang ingin dinisbat/mansub ilaih) harus dibuang....


[Ucapan Murid Pensyarah (Murid Ibnu Qasim Al Ghazzi):] 

"Semoga Allah melimpahkan kepada beliau" maksudnya adalah memenuhi (membanjiri) dan meratakan kepada beliau karena At-Taghmiid pada dasarnya adalah memasukkan pedang ke dalam sarung pedangnya. Yang dimaksud dengan At-Taghmiid adalah lazimnya (menetapnya), yaitu meratakan.


[Ucapan Murid Pensyarah (Murid Ibnu Qasim Al Ghazzi):] 

"dengan rahmatNya (Allah)" maksudnya adalah dengan pemberian kebaikan dari Allah, maka "rahmat" dengan memakai tafsiran ini adalah sifat fi'il (sifat pekerjaan Allah). Bisa juga maksudnya adalah "dengan kehendak pemberian kebaikan dari Allah (irodah)", maka rahmat dengan memakai tafsiran ini adalah sifat dzatnya Allah. Oleh karenanya, dengan memakai tafsiran yang pertama,  maka boleh ketika dikatakan (misal dalam do'a): Allahummajma'na fii mustaqorrirrohmah (Ya Allah, kumpulkanlah kami di tempat menetapnya rahmat) karena sesungguhnya tempat menetapnya rahmat adalah surga (dengan memakai tafsiran yang pertama - pemberian kebaikan dari Allah). Bila memakai tafsiran yang kedua, maka tidak boleh karena rahmat dengan memakai tafsiran ini bermakna menetap pada dzatnya Allah (irodah adalah sifat dzat, bukan sifat fi'il) dan tidak ada perkumpulan pada dzatNya.


Rahmat pada dasarnya adalah kelembutan di dalam hati yang menuntut untuk ramah (senang) dan memberi kebaikan. Makna ini adalah mustahil bagi Allah ta'ala dengan menimbang permulaan makna (mengatakan Allah punya hati adalah mustahil sebab Allah berbeda dengan makhluk, laisa kamitslihi syaiun) , dan jaiz (boleh² saja) dengan menimbang tujuan akhir dari makna tersebut.


[Ucapan Murid Pensyarah (Murid Ibnu Qasim Al Ghazzi):] 

"dan dengan ridhoNya (ridwan/rudwan)" dengan mengkasrah huruf ra' atau mendhommahnya sebagaimana lafadz tersebut dibaca dengan kasrah dan dhommah dalam firman Allah ta'ala: Qul a unabbi`ukum bikhairim min żālikum, lillażīnattaqau 'inda rabbihim jannātun tajrī min taḥtihal-an-hāru khālidīna fīhā wa azwājum muṭahharatuw wa riḍwānum minallāh (Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?". Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah) - surat ali imran ayat 15. Dan juga dari riwayat Abi Sa'id Al Khudri RA: Sesungguhnya Allah tabaaraka wa ta'ala berkata kepada ahli surga,"Wahai penduduk surga". Mereka berkata,"Aku sambut seruanmu dengan gembira (bahagia) wahai Allah dan segala kebaikan ada di sisiMu". Kemudian Allah berkata,"Apakah kalian ridho?", mereka berkata,"Bagaimana kami tidak ridho wahai tuhanku sementara engkau telah memberi kami nikmat yang tidak engkau berikan kepada satupun dari ciptaanmu?". Allah berkata,"Maukah kalian aku beri yang lebih utama dari hal itu?". Mereka berkata,"Wahai Rabb, adakah sesuatu yang lebih utama dari hal itu?". Allah berkata,"Aku halalkan ridhoku kepada kalian dan aku tidak murka kepada kalian setelahnya selama²nya".


Makna ridwan: adakalanya adalah tidak murka, maka athofnya ridwan pada rahmat termasuk athof 'am (umum) pada khos (khusus) karena tidak murka itu lebih umum daripada ihsan (pemberian kebaikan, dimana ihsan adalah maknanya rahmat, lihat paragraf sebelumnya), yaitu tidak murka bisa jadi disertai dengan memberi kebaikan bisa juga tanpa memberi kebaikan (tidak murka tetapi juga tidak memberi). Adakalanya makna ridwan adalah dekat dan cinta, maka athofnya ridwan pada rahmat termasuk athof khos (khusus) pada 'am (umum) karena rahmat (ihsan/pemberian kebaikan) lebih umum baik pemberian kebaikan tersebut dengan kedekatan dan cinta ataupun tanpa keduanya (alias pemberian yang biasa² saja tanpa cinta dan kedekatan). Adakalanya makna ridwan adalah tsawab (pemberian kebaikan) maka athofnya ridwan pada rahmat termasuk athof yang sepadan (sinonim) karena ihsan dan tsawab adalah satu makna. Terkadang dikatakan bahwa sesungguhnya ihsan (pemberian kebaikan) itu lebih umum daripada tsawab karena tsawab adalah kadar dari balasan yang diberikan Allah kepada hamba²Nya sebagai ganti dari amal² mereka (pahala/ganjaran) sementara ihsan lebih umum dari itu. Adakalanya makna ridwan adalah surga maka athofnya ridwan pada rahmat termasuk athofnya mahall (tempat) pada haal (keadaan) di dalam mahall (tempat).


Dengan keterangan ini, dapat diketahui akan keglobalan dan kesamaran 'ibarotnya Imam Al Barmawi (dalam Kitab Hasyiyah Barmawi), alias masih belum jelas dalam 'ibarot Imam Al Barmawi tersebut.


Wallahua'lam bisshowaab....

Bersambung ke Seri 7....


Catatan Penting untuk membantu pemahaman:


- Isim Mansub adalah isim yang sudah diberi ya' nisbah dan merupakan sesuatu yang dinisbatkan pada sesuatu yang dinisbati.

- Mansub ilaih adalah isim yang belum diberi ya' nisbah dan merupakan sesuatu yang dinisbati oleh isim mansub.

Contoh: Syekh Nawawi Al Bantaniyyu. Lafadz Al Bantaniyyu adalah isim mansub, sedangkan lafadz banten adalah mansub ilaih. Silahkan direnungkan.

- Ada istilah sifat fi'il dan sifat dzat bagi Allah. Perbedaannya adalah bahwa sifat fi'il apabila sifat tersebut tidak ada pada Allah maka tidak menghilangkan kekuasaan dan kemuliaan Allah (tidak menjadi berkurang/cacat), sedangkan sifat dzat adalah apabila sifat tersebut tidak ada pada Allah maka bisa menghilangkan kekuasaan dan kemuliaan Allah (menjadi berkurang/cacat), dan ini mustahil bagi Allah. Contoh adalah "irodah (berkehendak)" yang merupakan sifat dzat.

0 komentar:

Posting Komentar