Jumat, 29 Maret 2024

Kang Bedu mengobati matanya dengan obat tetes mata saat sedang berpuasa. Apakah batal puasanya Kang Bedu?


 

Jawaban:

Tidak batal meskipun terasa di tenggorokan.


Kitab Hasyiyah Qalyubi Wa Amirah

(وَلَا) 

يَضُرُّ (الِاكْتِحَالُ وَإِنْ وَجَدَ طَعْمَهُ) أَيْ الْكُحْلِ (بِحَلْقِهِ) لِأَنَّهُ لَا مَنْفَذَ مِنْ الْعَيْنِ إلَى الْحَلْقِ وَالْوَاصِلِ إلَيْهِ مِنْ الْمَسَامِّ (وَكَوْنُهُ) أَيْ الْوَاصِل (بِقَصْدٍ فَلَوْ وَصَلَ جَوْفَهُ ذُبَابٌ أَوْ بَعُوضَةٌ أَوْ غُبَارُ الطَّرِيقِ أَوْ غَرْبَلَةُ الدَّقِيقِ لَمْ يُفْطِرْ) لِأَنَّ التَّحَرُّزَ عَنْ ذَلِكَ يَعْسُرُ وَلَوْ فَتَحَ فَاهُ عَمْدًا حَتَّى دَخَلَ الْغُبَارُ جَوْفَهُ لَمْ يُفْطِرْ عَلَى الْأَصَحِّ فِي التَّهْذِيبِ

Bercelak tidaklah membatalkan puasa meskipun terasa di tenggorokan (meski ada rasanya) karena sesungguhnya tidak terdapat manfadz (saluran, jalan terowongan) dari mata ke tenggorokan sementara sesuatu tersebut bisa sampai ke tenggorokan melalui pori-pori,..dst....


Wallahua'lam bisshowaab...


Selasa, 26 Maret 2024

Saat masuk waktu subuh, Kang Roni tiba² jatuh pingsan. Batalkah puasa Kang Roni sebab pingsan tersebut?

 


Jawaban:

Tidak batal sepanjang masih sempat sadar di sebagian hari (pagi/siang/sore). Apabila pingsan nya sepanjang hari, yaitu mulai terbit fajar hingga terbenam matahari maka batal puasanya.


Kitab Raudhotuttholibin Wa Umdatul Muftin

وَلَوْ نَوَى مِنَ اللَّيْلِ، ثُمَّ أُغْمِيَ عَلَيْهِ، فَالْمَذْهَبُ: أَنَّهُ إِنْ كَانَ مُفِيقًا فِي جُزْءٍ مِنَ النَّهَارِ، صَحَّ صَوْمُهُ، وَإِلَّا، فَلَا، وَهَذَا هُوَ الْمَنْصُوصُ فِي «الْمُخْتَصَرِ» فِي بَابِ الصِّيَامِ. وفِيهِ قَوْلٌ: أَنَّهُ تُشْتَرَطُ الْإِفَاقَةُ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ. وَفِي قَوْلٍ: يَبْطُلُ بِالْإِغْمَاءِ وَلَوْ لَحْظَةً فِي النَّهَارِ كَالْحَيْضِ، وَمِنْهُمْ مَنْ أَنْكَرَ هَذَا الْقَوْلَ. وفِي قَوْلٍ مُخَرَّجٍ: أَنَّهُ لَا يَبْطُلُ بِالْإِغْمَاءِ وَإِنِ اسْتَغْرَقَ كَالنَّوْمِ.

Apabila seseorang berniat puasa sejak malam hari, kemudian pingsan, maka pendapat Al Madzhab (pendapat yang kuat dan bisa dijadikan pegangan): Jika dia sadar di sebagian dari pagi/siang/sore hari (sebelum terbenam matahari tersadar), maka sah puasanya. Jika tidak demikian, maka tidak sah puasanya. Hal ini ditegaskan dalam Kitab Al Mukhtashor pada bab puasa. Ada qaul dalam hal ini yang menyatakan bahwa disyaratkan sadarnya itu harus sejak awal hari (setelah terbit fajar subuh). Ada pendapat juga yang menyatakan bahwa puasanya batal (secara mutlak) yang disebabkan pingsan di pagi/siang/sore hari meski pingsannya hanya sebentar seperti wanita haid. Sebagian dari Ulama' mengingkari pendapat ini. Menurut Qaul Mukhorroj: tidak batal puasa sebab pingsan meskipun menghabiskan seluruh waktu seperti tidur.


Wallahua'lam bisshowaab...

Rabu, 20 Maret 2024

Sebelum menggosok gigi di pagi hari selepas fajar, Kang Ahmad membasahi sikat giginya dengan air tanpa mengoleskan odol. Sementara Kang Bakar membasahi sikat giginya dengan air dan mengoleskan odol. Saat menggosok gigi, ternyata baik Kang Ahmad maupun Kang Bakar tidak sengaja menelan air dan/atau odol tersebut. Batalkah puasanya mereka berdua?

 



Jawaban:

Batal.

Bersiwak tidak harus mengoleskan air maupun odol sehingga hal seperti ini tidak dianggap sebuah kesulitan ataupun udzur.


Kitab Futuhatul Wahab (Hasyiyah Al Jamal)

(قَوْلُهُ: أَوْ مُخْتَلِطًا بِغَيْرِهِ) 

مِثْلُهُ مَا لَوْ بَلَّ خَيْطًا بِرِيقِهِ وَرَدَّهُ إلَى فَمِهِ كَمَا يُعْتَادُ عِنْدَ الْفَتْلِ، وَعَلَيْهِ رُطُوبَةٌ تَنْفَصِلُ وَابْتَلَعَهَا أَوْ ابْتَلَعَ رِيقَهُ مَخْلُوطًا بِغَيْرِهِ الطَّاهِرِ كَمَنْ فَتَلَ خَيْطًا مَصْبُوغًا تَغَيَّرَ رِيقُهُ بِهِ أَيْ وَلَوْ بِلَوْنٍ أَوْ رِيحٍ فِيمَا يَظْهَرُ مِنْ إطْلَاقِهِمْ إنْ انْفَصَلَتْ عَيْنٌ مِنْهُ لِسُهُولَةِ التَّحَرُّزِ عَنْ ذَلِكَ وَمِثْلُهُ كَمَا فِي الْأَنْوَارِ مَا لَوْ اسْتَاكَ وَقَدْ غَسَلَ السِّوَاكَ وَبَقِيَتْ فِيهِ رُطُوبَةٌ تَنْفَصِلُ وَابْتَلَعَهَا وَخَرَجَ بِذَلِكَ مَا لَوْ لَمْ يَكُنْ عَلَى الْخَيْطِ مَا يَنْفَصِلُ بِقلتهِ أَوْ عَصْرِهِ أَوْ لِجَفَافِهِ فَإِنَّهُ لَا يَضُرُّ اهـ. شَرْحُ م ر

[الجمل ,حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب ,2/319]

[Ucapan pengarang: atau bercampur dengan sesuatu yang lain] misalnya adalah apabila seseorang membasahi benang dengan ludahnya kemudian dia mengembalikan benang tersebut ke mulutnya sebagaimana yang lazim dilakukan saat memintal (memilin) benang, padahal pada benang tersebut ada bebasahan (bekas ludahnya tadi) yang terpisah dari benang (dan menempel di mulut), kemudian dia menelannya (maka dalam kasus ini batal puasanya). Atau misalnya dia menelan ludahnya sendiri yang tercampur dengan sesuatu lainnya yang suci seperti orang yang memintal (memilin) benang yang dicelupkan dalam pewarna yang menyebabkan ludahnya berubah, meskipun disebabkan warna ataupun bau menurut pendapat yang dhohir yang dimutlakkan oleh para ulama' sepanjang ada 'ain (sesuatu zat yang terlihat dan terasa) yang terpisah (kemudian ditelan, maka batal puasanya). Ini karena mudah menghindari hal yang demikian itu. Yang semisalnya adalah sebagaimana tercantum dalam Kitab Al Anwar yaitu ketika seseorang bersiwak, dia membasuh alat siwaknya dengan air sehingga terdapat bebasahan pada alat siwak tersebut, kemudian bebasahan tersebut terpisah dari alat siwak tadi (karena menempel di mulut) dan ditelan (maka batal puasanya). Dikecualikan dari hal² tersebut di atas adalah apabila tidak ada bebasahan yang terpisah dari benang (dan alat siwak) karena sangat sedikitnya, atau karena sudah diperas atau karena memang kering maka tidak membatalkan puasa.


Wallahua'lam bisshowaab...

Jumat, 15 Maret 2024

Tidak seperti si Jono dalam kasus sebelumnya, hal yang berbeda dialami si Bejo. Dia justru mengalami keraguan niat saat sudah maghrib (setelah matahari terbenam). Batalkah (tidak sahkah) puasanya Bejo dalam kondisi ragunya setelah terbenam matahari?

 


Jawaban:

Puasanya si Bejo sah karena keraguan niat setelah selesainya ibadah puasa tidaklah berpengaruh pada keabsahan puasa tersebut, lain halnya dengan shalat.


Kitab Nihayatul Muhtaj ilaa Syarh Al Minhaj wa Hasyiyah Syibromalisi

ولَوْ شَكَّ بَعْدَ الْغُرُوبِ هَلْ نَوَى أَوْ لَا وَلَمْ يَتَذَكَّرْ لَمْ يُؤَثِّرْ أَخْذًا مِنْ قَوْلِهِمْ فِي الْكُفَّارِ وَلَوْ صَامَ ثُمَّ شَكَّ بَعْدَ الْغُرُوبِ هَلْ نَوَى أَوْ لَا أَجْزَأَهُ، بَلْ صَرَّحَ بِهِ فِي الرَّوْضَةِ فِي بَابِ الْحَيْضِ فِي مَسْأَلَةِ الْمُتَحَيِّرَةِ. وَالْفَرْقُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلَاةِ فِيمَا لَوْ شَكَّ فِي النِّيَّةِ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْهَا وَلَمْ يَتَذَكَّرْ حَيْثُ تُلْزِمُهُ الْإِعَادَةُ التَّضْيِيقَ فِي نِيَّةِ الصَّلَاةِ بِدَلِيلِ أَنَّهُ لَوْ نوَى الْخُرُوجَ مِنْهَا بَطَلَتْ فِي الْحَالِ_

Jika seseorang ragu setelah terbenamnya matahari apakah dia sudah niat atau belum tadi malam dan dia tidak ingat sama sekali, maka keraguan tersebut tidak berpengaruh apapun karena mengambil pendapat para ulama' pada puasa kafaroh: jika seseorang puasa kemudian ragu setelah terbenamnya matahari apakah sudah niat atau belum, maka puasanya sudah mencukupi untuknya, bahkan hal ini diterangkan dalam Kitab Ar Raudhah pada bab haid dalam masalah mutahayyiroh. Perbedaan antara puasa dengan shalat dimana jika timbul keraguan niat setelah shalat maka wajib diulang shalatnya (sementara jika puasa tidak perlu diulang) adalah karena dalam shalat ada unsur "membatasi (memutus) niat shalat" dengan dalil bahwa jika seseorang berniat untuk khuruj (keluar) dari shalat (alias niat membatalkan shalat) maka shalatnya batal seketika.

(قَوْلُهُ: بَطَلَتْ) أَيْ بِخِلَافِ الصَّوْمِ فَلَا يَضُرُّ نِيَّتَهُ الْخُرُوجُ مِن

berbeda halnya dalam puasa maka berniat khuruj (keluar) dari puasa (alias niat membatalkan puasa) tidaklah menjadikan puasa batal.


Wallahua'lam bisshowaab....

Kamis, 14 Maret 2024

Di siang hari bulan Ramadhan, Jono merasa ragu apakah tadi malam sudah niat puasa apa belum. Dia pun berusaha memutar balik ingatannya tadi malam. Batalkah (tidak sahkah) puasanya Jono dalam kondisi ragu niat?

 


Jawaban:

Diperinci:

  • Apabila tidak ingat sama sekali maka puasanya batal (tidak sah) sehingga wajib diqodho';
  • Apabila di siang hari atau sore hari (sebelum terbenamnya matahari) Jono ingat bahwa dia semalam ternyata sudah niat, maka puasanya sah;
  • Apabila di malam hari (setelah terbenamnya matahari) Jono ingat bahwa dia semalam ternyata sudah niat, maka puasanya sah menurut Imam Al Adzro'i, menurut ulama' lain tidak sah;
  • Apabila setelah beberapa hari atau beberapa bulan bahkan beberapa tahun Jono ingat bahwa ternyata dulu ia sudah pernah niat di malam harinya dan dia belum sempat mengqodho' puasanya, maka puasanya sah dan tidak perlu diqodho' menurut Imam Al Adzro'i, menurut ulama' lain tidak sah dan tetap wajib diqodho'.


Kitab Nihayatul Muhtaj ilaa Syarh Al Minhaj wa Hasyiyah Syibromalisi

وَلَوْ شَكَّ نَهَارًا هَلْ نَوَى لَيْلًا ثُمَّ تَذَكَّرَ وَلَوْ بَعْدَ الْغُرُوبِ كَمَا قَالَهُ الْأَذْرَعِيُّ صَحَّ أَيْضًا إذْ هُوَ مِمَّا لَا يَنْبَغِي التَّرَدُّدُ فِيهِ لِأَنَّ نِيَّةَ الْخُرُوجِ لَا تُؤَثِّرُ فَكَيْفَ يُؤَثِّرُ الشَّكُّ فِي النِّيَّةِ، بَلْ مَتَى تَذَكَّرَهَا قَبْلَ قَضَاءِ ذَلِكَ الْيَوْمِ لَمْ يَجِبْ قَضَاؤُهُ، 

Jika seseorang ragu di siang hari apakah tadi malam sudah niat puasa apa belum, kemudian dia ingat bahwa ternyata dia sudah niat puasa meskipun ingatnya setelah terbenamnya matahari sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al Adzro'i maka puasanya sah juga, karena hukum terkait hal ini sudah jelas, sudah semestinya tidak perlu bimbang. Alasannya adalah bahwa niat keluar dari puasa (atau niat membatalkan puasa) itu tidak berpengaruh pada keabsahan puasa, maka bagaimana bisa keraguan berpengaruh pada keabsahan puasa? (padahal niat membatalkan puasa itu lebih ekstrim daripada sekedar ragu apakah sudah niat atau belum). Bahkan ketika dia ingatnya sebelum mengqodho' puasanya (meskipun bertahun-tahun) maka puasa tersebut tidak wajib diqodho'.


فَإِنْ لَمْ يَتَذَكَّرْ وَجَبَ الْقَضَاءُ لِأَنَّ الْأَصْلَ عَدَمُ النِّيَّةِ

Jika dia tidak ingat sama sekali maka wajib diqodho' karena hukum asalnya adalah tidak adanya niat.


Wallahua'lam bisshowaab....


Minggu, 10 Maret 2024

Ada jenazah terus menerus mengeluarkan darah dari tubuhnya. Ternyata, beliau meninggal akibat tertabrak bus. Bagaimana cara memandikan jenazah tersebut? Bolehkah langsung dimandikan dan dishalati padahal darah terus menerus keluar dari tubuhnya?

 


[Jawab:]

  • Dimandikan seperti biasa;
  • Wajib menyumbat dan membalut/mengikat tempat keluarnya darah setelah mayit dimandikan;
  • Setelah proses dimandikan, disumbat dan dibalut, selanjutnya adalah harus segera dishalati, tidak boleh ditunda-tunda.

Kitab Bughyatul Mustarsyidin

مسألة: بن يحيى: تجب إزالة النجاسة غير المعفو عنها عن الميت، سواء الأجنبية والخارجة منه، قبل إدراجه في الكفن اتفاقاً، ولو من غير السبيلين، وكذا بعده في الأصح كغسل الكفن الملوث بها، ولا تصح الصلاة عليه حينئذ مع وجود الماء المزيل لها. وقال البغوي: «لا تجب الإزالة بعد الإدراج مطلقاً وإن تضمخ الكفن» اهـ. قلت: ورجحه في الإمداد، وقال باعشن: ولو لم يمكن قطع الخارج من الميت صح غسله والصلاة عليه، لكن يجب فيه الحشو والعصب على محل النجاسة، والمبادرة بالصلاة عليه كالسلس» اهـ.

[Masalah: Imam Abdullah bin Yahya:] Wajib hukumnya menghilangkan najis yang tidak dima'fu (najis yang tidak dimaafkan) pada mayit, baik najis yang datangnya dari luar maupun najis yang berasal (keluar) dari tubuh mayit sebelum dibungkus kain kafan berdasarkan kesepakatan para ulama', meskipun najis tersebut keluar dari selain 2 (dua) lubang (qubul & dubur). Demikian juga, wajib menghilangkan najis setelah mayit dibungkus kain kafan menurut Qaul Ashoh, seperti membasuh kain kafan yang ternodai oleh najis. Tidak sah menshalati mayit yang ada najisnya ketika masih terdapat air yang bisa menghilangkannya. Imam Al Baghawi berkata,"Tidak wajib menghilangkan najis pada mayit setelah dibungkus kain kafan secara mutlak meskipun kain kafan tersebut tercemar/ternodai najis". Qultu (aku katakan): pendapat tersebut dikuatkan dalam kitab al imdad. Syekh Sa'id Ba'asyan berkata: seandainya tidak mungkin untuk menghentikan najis yang keluar dari tubuh mayit, maka sah memandikan dan menshalatinya, tetapi wajib menyumbat dan membalut/mengikat tempat keluarnya najis, serta segera dishalati seperti halnya orang yang mengalami beser.


Wallahua'lam bisshowaab....

Kamis, 07 Maret 2024

YANG WAJIB SELAMANYA AKAN TETAP WAJIB, DAN YANG SUNNAH SELAMANYA AKAN TETAP SUNNAH




Kewajiban shalat 5 (lima) waktu tidak akan pernah bisa digantikan dengan ibadah sunnah apapun. Konsekuensi dari meninggalkan perintah wajib adalah mendapat dosa. Bahkan, dalam Kitab Az Zawajir 'an Iqtirof al Kabair karya Syekh Ibnu Hajar Al Haitami, meninggalkan shalat atau menunda² shalat sampai terlewat waktunya tanpa ada udzur syar'i termasuk dosa besar, bukan dosa kecil, ingat bukan dosa kecil. Sebaliknya, ibadah (perkara) sunnah apapun jenisnya, seandainya tidak dilakukan sedikitpun maka tidak akan berdosa sama sekali. Oleh karenanya, jangan sampai terbalik, yaitu mewajibkan sesuatu yang sunnah, dan mensunnahkan sesuatu yang wajib.


Kitab Az Zawajir 'an Iqtirof al Kabair

وَأَخْرَجَ الْخَطِيبُ وَابْنُ النَّجَّارِ: «عَلَمُ الْإِسْلَامِ الصَّلَاةُ فَمَنْ فَرَغَ لَهَا قَلْبُهُ وَحَافَظَ عَلَيْهَا بِحَدِّهَا وَوَقْتِهَا وَسُنَنِهَا فَهُوَ مُؤْمِنٌ» .

Diriwayatkan oleh Al Khotib dan Ibnu Najjar, Rasul bersabda: Tiang Islam adalah shalat. Barangsiapa mengabdikan hati untuknya dan menjaganya dengan rukun² & syarat²nya, menjaga waktunya dan sunah-sunnahnya maka ia adalah seorang mukmin sejati.


وَابْنُ مَاجَهْ: «قَالَ اللَّهُ - تَعَالَى - افْتَرَضْتُ عَلَى أُمَّتِك خَمْسَ صَلَوَاتٍ وَعَهِدْتُ عِنْدِي عَهْدًا أَنَّ مَنْ حَافَظَ عَلَيْهِنَّ لِوَقْتِهِنَّ أَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهِنَّ فَلَا عَهْدَ لَهُ عِنْدِي» .

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasul bersabda: Allah SWT berfirman, "Aku mewajibkan atas umatmu untuk melaksanakan shalat 5 (lima) waktu. Aku benar² berjanji pada diriku bahwa barangsiapa yang menjaga shalat² tersebut sesuai waktunya, maka aku akan memasukkan dia ke dalam surga, dan barangsiapa tidak menjaganya, maka tidak ada janji apapun pada diriku untuknya".


وَأَحْمَدُ وَالْحَاكِمُ: «مَنْ عَلِمَ أَنَّ الصَّلَاةَ عَلَيْهِ حَقٌّ وَاجِبٌ وَأَدَّاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ»

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al Hakim, Rasul bersabda: Barangsiapa yang benar² mengetahui dan memahami bahwa shalat adalah perkara yang benar dan wajib, serta dia menunaikan shalat tersebut, maka dia masuk surga.


وَالدَّيْلَمِيُّ: «الصَّلَاةُ تُسَوِّدُ وَجْهَ الشَّيْطَانِ، وَالصَّدَقَةُ تَكْسِرُ ظَهْرَهُ، وَالتَّحَابُبُ فِي اللَّهِ، وَالتَّوَدُّدُ فِي الْعمل يَقْطَعُ دَابِرَهُ فَإِذَا فَعَلْتُمْ ذَلِكَ تَبَاعَدَ مِنْكُمْ كَمَطْلِعِ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا»

Diriwayatkan oleh Ad Dailamiy, Rasul bersabda: Shalat itu bisa menghitamkan wajah syaithon, sedekah bisa mematahkan punggungnya, saling mencintai karena Allah dan berkasih sayang dalam beramal itu bisa memusnahkannya. Jika kalian melakukan hal tersebut, niscaya syaithon menjauh dari kalian laksana jauhnya tempat terbit matahari dari tempat terbenamnya (sejauh timur dan barat).


Wallahua'lam bisshowaab...

Senin, 04 Maret 2024

Suatu ketika, wanita haid meninggal dunia. Apakah atas jenazah tersebut wajib dimandikan 2 (dua) kali, yaitu dimandikan sebab meninggalnya, kemudian juga dimandikan sebab hadastnya, ataukah cukup dimandikan 1 (satu) kali saja?

 


[Jawab:]

Cukup dimandikan 1 (satu) kali saja, yaitu dimandikan sebab meninggalnya. Hal ini juga berlaku bagi orang junub yang meninggal dunia.


Kitab Bidayatul Muhtaj Syarh Al Minhaj

(ويغسل الجنب والحائض الميت بلا كراهة) 

لأنهما طاهران؛ كغيرهما (وإذا ماتا .. غسّلا غسلًا فقط) لأن الغسل الذي كان عليهما قد انقطع بالموت،

Orang yang junub dan haid tidaklah makruh memandikan mayit (alias boleh² saja memandikan mayit) karena keduanya adalah suci sebagaimana selain mereka. Jika mereka berdua meninggal dunia (orang junub dan haid meninggal dunia) maka cukup dimandikan 1 (satu) kali saja karena kewajiban mandi yang dibebankan pada mereka berdua telah gugur dengan adanya (sebab) kematian.


Wallahua'lam bisshowaab....